Oleh : Firman Sikumbang
(Pemred Majalah Tribrata Sumbar)
Fokussumatera.com-Hingga hari ini jumlah kasus virus corona secara global masih terus bertambah. Dari awal kasus pertama virus corona menyerang penduduk Hubei, China berusia 55 tahun yang disebut sebagai orang pertama terserang virus corona atau Covid-19 pada 17 November 2019 lalu, hingga kini ratusan ribu orang lebih dari 141 negara sudah terserang virus corona.
Indonesia juga termasuk dari 141 negara yang terjangkit Covid-19 ini.
Senin 2 Maret 2020 lalu, Presiden Joko Widodo mengumumkan virus corona telah menjangkiti dua warga Indonesia, tepatnya di kota Depok, Jawa Barat. Pemerintah Indonesia pun mengkalkulasi jumlah warga Indonesia yang berisiko terjangkit virus corona mencapai 600.000 hingga 700.000 orang.
Perlahan namun pasti, penyebaran virus corana akhirnya merembet ke kabupaten dan kota serta provinsi yang ada di Indonesia. Pemerintah Indonesia sepertinya tabah menghadapi kenyataan ini. Bahkan pemerintah menyatakan siap dan menjamin ketersedian anggaran mengatasi serangan virus corona tersebut.
Mulai dari pengobatan, penanganan, dan pencegahannya agar tak menyebar. Bahkan pemerintah Indonesia telah pula menyiapkan lebih dari 100 rumah sakit dengan ruang isolasi untuk menangani Covid-19.
Namun realitanya, kecepatan virus corona itu berkembang sepertinya tak bisa hanya mengandalkan rumah sakit yang telah dipersiapkan pemerintah. Dari hari ke hari, sejak pertama kali datang tanggal 2 Maret 2020, wabah Covid-19 ini bukannya surut namun semakin meningkat.
Jumlah orang dalam pemantauan (OPD), jumlah pasien dalam pengawasan (PDP), dan jumlah pasien yang positif terjangkit virus corona kian bertambah banyak pula, korban pun terus bertambah dari hari ke hari. Puluhan rumah sakit mulai mengeluh karena kekurangan alat pelindung diri (APD) medis. Padahal pasien yang harus dirawat terus berdatangan. Juga, berdasarkan standar operasional prosedur (SOP), mayoritas APD hanya bisa sekali pakai.
Kenyataan ini membuat pemerintah mulai melakukan pembatasan terhadap warga yang ingin memastikan dirinya sehat dari virus corona. Hanya warga dengan kriteria tertentu yang mendapat pelayanan rapid test dan swab gratis. Warga yang tidak masuk dalam kriteria, mereka terpaksa merogoh kantong pribadi untuk mendapatkan layanan medis demi memastikan negatif atau positif Covid-19.
Fakta membuktikan bahwa tak hanya Indonesia yang tidak siap menghadapi wabah virus corona. Ini fakta yang tidak terbantahkan. Bahkan dua negara paling maju di Asia, yaitu Jepang dan Korea Selatan, juga kewalahan membendung penjalaran wabah virus corona ini.
Malah jumlah warga yang terjangkit virus corona dari kedua negara maju itu justru melampaui Indonesia. Per hari ini, sebanyak 5.530 warga Jepang bersatus positif Covid-19. Sedangkan Korea Selatan, jumlah warganya yang terjangkit virus corona sebanyak 10.450 orang.
Menurut hemat saya, mengapa Indonesia bisa menggungguli kedua negara paling maju di Asia itu karena “langkah sederhana” yang telah dilakukan pemerintah Indonesia. Dimana Presiden Joko Widodo meminta agar masyarakat melakukan social distancing dan physical distancing, guna mencegah penularan virus corona atau Covid-19.
Bahkan Presiden Jokowi meminta agar kegiatan yang biasa dilakukan diluar, seperti bekerja, belajar dan beribadah bisa dilaksanakan di dalam rumah. Namun belakangan muncul persoalan baru di tengah masyarakat yang melakukan social distancing dan physical distancing.
Orang-orang pinggiran yang sebagian kita jumpai dan mencari nafkah sebagai pedagang kaki lima yang ada di trotoar, ada di bis kota atau angkutan umum, ada di pabrik- pabrik dan masyarakat kecil lainnya tak “mampu bertahan”, karena susah untuk mendapatkan sesuap nasi buat keluarganya tercinta.
Disisi lain, ada perkembangan berita terbaru terhadap masyarakat yang terdampak kebijakan social distancing dan physical distancing. Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis meminta jajarannya menggelar bakti sosial (Baksos) serentak menjelang bulan Ramadhan.
Perintah ini tertuang dalam Surat Telegram nomor ST/1205/IV/KEP/2020 yang ditandatangani oleh Asisten Sumber Daya Manusia (As SDM) Kapolri Irjen Pol Eko Indra Heri atas nama Kapolri tertanggal 16 April 2020.
Luar biasa, instruksi Kapolri ini ditindaklanjuti oleh seluruh Kepolisian seluruh Indonesia, mulai dari jajaran Polda, Polres hingga Polsek, meski sumber dananya tidak dilakukan dengan memotong gaji, tidak mengambil anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dan bukan dari anggaran lain di luar ketentuan.
Alhamdulillah, meski bantuan untuk puluhan warga miskin itu sumber dana pelaksanaannya berasal dari seluruh personel Polri yang dipungut secara sukarela, mampu membuat puluhan ribu orang-orang pinggiran yang sebagian berprofesi sebagai pekerja informal, pekerja lepas dan mengandalkan penghasilan harian merasa terbantu.
Namun, lantaran bangsa Indonesia terdiri dari berbagai elemen, kelompok profesi, kelompok organisasi, kelompok partai politik dan lainnya yang punya jaringan di seluruh Indonesia hingga tingkat paling bawah, mengapa harus “membiarkan” pihak Kepolisian berempati sendiri.
Saya sangat berkeyakinan, bila berbagai elemen, kelompok profesi, kelompok organisasi, kelompok partai politik dan lainnya yang punya jaringan di seluruh Indonesia hingga tingkat paling bawah sama-sama bergerak mengatasi persoalan yang muncul di tengah masyarakat akibat social distancing, hampir dipastikan tujuan pemerintah memutus mata rantai penyebaran virus corona bisa terwujud, karena masyarakat tidak akan lagi keluar rumah untuk mencari nafkah.
No comments:
Post a Comment