|  | 
| Gambaran kehidupan pedalaman (bush/outback) Australia pada abad ke-19 yang menjadi latar belakang karya Henry & Banjo (sumber: pinterest) | 
Fokussumatera.com - Pada akhir abad ke-19, sastra Australia mulai menemukan suaranya sendiri melalui cerita dan puisi yang merepsentasikan realitas semak-semak. Jauh dari pengaruh tradisi Eropa, penulis mengalihkan fokus mereka ke perjuangan, harapan, dan karakter kehidupan di pedalaman.
Di antara para penulis ini, Henry Lawson dan Banjo Paterson menonjol sebagai tokoh paling berpengaruh. Melalui gaya kontras mereka, penggambaran kesulitan Lawson yang mencolok dan perayaan petualangan romantis Paterson, mereka menangkap esensi semak Australia dan membantu membentuk identitas nasional yang berakar pada ketahanan, persahabatan, dan tanah itu sendiri.
𝐏𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐌𝐞𝐥𝐚𝐧𝐤𝐨𝐥𝐢𝐬 𝐃𝐚𝐫𝐢 𝐆𝐫𝐞𝐧𝐟𝐞𝐥𝐥, 𝐇𝐞𝐧𝐫𝐲 𝐋𝐚𝐰𝐬𝐨𝐧
Henry Lawson (1867-1922) adalah penulis dan penyair berpengaruh Australia yang dikenal sebagai pelopor realisme dalam sastra. Lahir di Grenfell, New South Wales, ia mengalami tuli sejak muda dan menuangkan pengamatannya lewat tulisan. 
Karyanya menggambarkan kerasnya hidup di pedalaman, kesepian, serta solidaritas kelas pekerja, dengan nada melankolis namun penuh empati. Kumpulan puisinya In the Days When the World Was Wide (1896) dan cerita pendek While the Billy Boils (1896) menjadi ikon sastra karena gaya naratif lugas. 
Ia juga menulis Joe Wilson and His Mates (1901) serta Children of the Bush (1902), yang memperkuat reputasinya sebagai penulis cerita pendek terbesar Australia. Lawson kerap menulis di The Bulletin dengan semangat nasionalisme dan republikanisme. Meski hidupnya penuh tantangan, ia dikenang sebagai suara otentik rakyat Australia dan menjadi penulis pertama yang mendapat pemakaman kenegaraan.
Menurut Arifa Khairunnisa (19), mahasiswi Universitas Andalas, jawabannya ada pada kedekatan Lawson dengan kehidupan rakyat biasa. 
"Karya-karyanya menggambarkan realita pedalaman tanpa romantisasi, jadi orang bisa benar-benar melihat bagaimana kerasnya hidup di sana. Itu yang bikin Lawson berbeda dan sampai sekarang dianggap penting," ujarnya.
Pertanyaan lanjutan pun muncul: "Apakah menurut Anda gaya realisme Lawson masih relevan untuk pembaca masa kini? Menurut Imelda Grace (21), mahasiswi Universitas Andalas, relevansinya justru semakin terasa. 
"Walaupun ditulis lebih dari seratus tahun lalu, tema tentang kesulitan hidup, perjuangan, dan kesepian itu masih bisa dirasakan oleh banyak orang sekarang. Jadi Lawson tetap punya tempat penting di sastra modern," jelasnya.
𝐒𝐚𝐧𝐠 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐁𝐚𝐥𝐚𝐝𝐚  𝐀𝐮𝐬𝐭𝐫𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧, 𝐁𝐚𝐧𝐣𝐨 𝐏𝐚𝐭𝐞𝐫𝐬𝐨𝐧
Andrew Barton "Banjo" Paterson (1864-1941) adalah penyair, jurnalis, dan penulis lagu ikonik Australia yang mengabadikan semangat pedalaman. Lahir di New South Wales, ia terinspirasi lingkungan rural dalam karya-karyanya. Berbeda dengan Henry Lawson, Paterson menulis dengan humor, ironi, dan patriotisme, menampilkan karakter khas bushmen. 
Karya terkenalnya Waltzing Matilda (1895), yang kemudian menjadi lagu rakyat tak resmi Australia, menceritakan pengembara yang mencuri domba dan memilih mati daripada ditangkap sebagai simbol kebebasan dan perlawanan. 
Ia juga menulis puisi epik The Man from Snowy River, kisah penunggang kuda muda yang berani, yang memperkuat citra heroik orang pedalaman. Selain menghibur, karyanya membentuk identitas nasional Australia di era kolonial dan pasca- Federasi. Sebagai jurnalis perang dan penulis produktif, Paterson meninggalkan warisan sastra kuat, bahkan wajahnya diabadikan pada uang kertas 10 dolar Australia.
Namun, pengalaman Paterson sebagai jurnalis perang dalam Perang Boer Kedua membawa perubahan signifikan pada karyanya. Jika sebelumnya puisinya banyak menonjolkan semangat patriotik dan romantisasi pedalaman, maka melalui kumpulan Battlefield Poems ia mulai  menggambarkan realita perang secara lebih lugas. 
Dalam karya ini, Paterson tidak hanya menampilkan sisi asli medan perang, tetapi juga menyelipkan humor gelap dan sinis perubahan yang menandai kedewasaan estetikanya sekaligus respons terhadap kerasnya pengalaman konflik bersenjata.
Menurut Puti Sabrina (19), mahasiswa Universitas Andalas, ketika ditanya "Apakah pengalaman perang Banjo Paterson berpengaruh pada gaya patriotisme dalam karyanya?" ia menjawab bahwa perubahan yang terjadi bukan pada hilangnya patriotisme, melainkan bergesernya fokus karya Paterson ke arah realisme perang. "Karyanya jadi lebih menunjukkan sisi asli medan perang, dengan humor yang kadang gelap dan sinis," jelasnya.
Puisi Waltzing Matilda karya Banjo Paterson dan cerita The Drover's Wife karya Henry Lawson sama-sama menyimpan makna tersembunyi tentang kehidupan pedalaman Australia. 
Waltzing Matilda melambangkan perlawanan terhadap otoritas dan semangat kebebasan melalui sosok Swagman, sekaligus meromantisasi pedalaman sebagai tempat petualangan, dengan "Matilda" menjadi metafora kebersamaan dan pelarian dari sistem yang menindas. 
Sebaliknya, The Drover's Wife menampilkan kesunyian dan keteguhan seorang perempuan yang menghadapi ancaman alam seperti ular dan badai, sebagai simbol kerasnya hidup di pedalaman, sekaligus kritik Lawson terhadap romantisasi bush life yang sebenarnya penuh kesepian dan perjuangan brutal.
Henry Lawson dan Banjo Paterson memberikan kontribusi besar dalam membentuk suara khas sastra Australia pada akhir abad ke-19. Lawson, melalui gaya realisme yang jujur dan melankolis, menekankan kerasnya hidup di pedalaman, kesepian, serta perjuangan kelas pekerja, sambil menolak romantisasi tentang "bush life." 
Sebaliknya, Paterson dengan gaya yang penuh humor, ironi, dan patriotisme, menonjolkan semangat kebebasan, petualangan, serta citra heroik para bushmen. Perbedaan gaya inilah yang justru saling melengkapi, karena keduanya bersama-sama berhasil menangkap esensi pedalaman Australia baik dalam penderitaan maupun dalam keindahan dan kebanggaannya. 
Melalui karya-karya mereka, Lawson dan Paterson tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkuat identitas nasional Australia yang berakar pada ketangguhan, solidaritas, dan hubungan erat dengan tanah serta masyarakatnya.
Penulis : Hanania Khaira (Mahasiswi Sastra Inggris UNAND)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 
 
 
 
 
 SEMOGA BERMANFAAT!
 SEMOGA BERMANFAAT!
No comments:
Post a Comment