Breaking News

Saturday, October 18, 2025

Managing Director PEPS: Ada Indikasi Mark Up Dalam Proyek Pengerjaan KCJB


Jokowi Mantan Presiden RI ke-7 Berfoto di depan KCJB





FS. Nasional --- Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menyebut kuatnya dugaan korupsi dalam pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang kini bernama Kereta Whoosh.


"Untuk itu, auditor negara seperti BPK atau BPKP perlu melakukan audit proyek Kereta Whoosh. Karena menimbulkan beban keuangan yang begitu berat. Dan sekarang heboh di internal pemerintahan. Tapi kalau saya yakin ada yang tidak beres pada proyek itu," kata Anthony di Jakarta, pada Sabtu (18/10/2025).


Berdasarkan perhitungan Anthony, biaya pembangunan Kereta Whoosh yang mencapai US$7,27 miliar atau setara Rp118,37 triliun (kurs Rp16.283/US$), termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar, terlalu mahal.



Dia membandingkan biaya pembangunan kereta cepat di China berada di kisaran US$17 juta hingga US$30 juta per kilometer (km). Sedangkan biaya pembangunan Kereta Whoosh sekitar US$52 juta per km.



Asumsikan nilai tengah untuk biaya kereta cepat di China, misalnya US$25 juta per km, biaya pembangunan Kereta Whoosh yang rutenya 142,3 km itu, lebih mahal US$27 juta per km.


"Saya duga proyek Kereta Whoosh kemahalannya luar biasa, sekitar 40-50 persen dibanding biaya pembangunan kereta cepat di China. Tapi okelah, untuk membuktikannya, harus diaudit," kata Anthony.


Karena mahal dan dibiayai 75 persen dari utang Bank Pembangunan China atau China Development Bank (CDB).


lanjut Anthony, pemerintah saat ini menjadi kelabakan. Sempat membuat tegang antara Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa dengan CEO BPI Danantara Indonesia, Rosan P Roeslani, terkait pembayaran utang Kereta Whoosh. 



Sebelumnya, lanjut Anthony, pemerintah Jepang sempat mengajukan proposal pembangunan kereta cepat dengan biaya yang lebih rendah. Sama-sama dibiayai dari utang, namun Jepang menawarkan bunga yang 20 kali lebih rendah ketimbang China.



Di mana, Jepang menawarkan bunga 0,1 per per tahun, sedangkan China menawarkan bunga 2 persen per tahun. Khusus utang untuk cost overrun, bunganya ditetapkan CDB lebih tinggi, yakni 3,4 persen per tahun.  


"Akibatnya, Indonesia harus membayar untuk bunganya saja cukup gede. Sekitar Rp 2 triliun per tahun. Ingat, itu hanya untuk bayar bunga saja. Sedangkan jika kerja sama dengan Jepang, pemerintah hanya bayar Rp75 miliar per tahun. Selisihnya lebih dari Rp 1,9 triliun. Dikalikan 10 tahun sudah Rp19 triliun," terangnya.


Untuk itu, lanjut Anthony, aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti fenomena ini. Agar terungkap secara pasti, siapakah pihak-pihak yang mengalihkan kerja sama pembangunan kereta cepat yang semula digarap Jepang, tiba-tiba beralih ke China.


"Ya dibuka saja, siapa yang berperan dalam proyek-proyek Kereta Whoosh. Kenapa harus dengan China yang belakangan membuat berat keuangan negara. Cicilan bunganya saja Rp 2 triliun," ungkapnya.


Jokowi Diseret-seret:

Sebelumnya, pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengungkap pengalaman dipanggil Presiden Jokowi di Istana Presiden, Jakarta, pada 2016. Untuk berdiskusi proyek KCJB.


Dalam wawancara yang dikutip dari siniar Forum Keadilan TV, Agus menyebut, pengalihan proyek KCJB dari Jepang ke China, merupakan ide Jokowi.


“Pak Jokowi bilang ini ide beliau. Tapi saya tahu itu sebetulnya dari Jepang. Sebelum diserahkan, orang Jepang yang mau menyerahkan proyeknya sempat ketemu saya,” tutur Agus, dikutip Sabtu (18/10/2025).


Padahal, kata Agus, Jepang sudah melakukan studi kelayakan atau feasibility study (FS), menggandeng UI dan UGM. Melalui JICA, Jepang siap membiayai proyek tersebut dengan bunga ringan dan tenor 40 tahun. Tiba-tiba, China mengambil alih dengan biaya bunga pinjaman lebih besar.


“Sekarang (dengan China) jadi 85 tahun dengan bunga 2 persen. Jepang itu sulit di depan, tapi cepat di belakang. Sedangkan Cina, gampang di awal, tapi sulit di belakang. Sekarang buktinya begitu kan,” ujarnya.


Agus menduga, keputusan Jokowi mengalihkan proyek kereta cepat ke Cina, lebih dilandasi pertimbangan politik ketimbang rasionalitas ekonomi.


“Menurut saya, Jokowi merasa lebih nyaman dengan Cina. Mungkin karena banyak bantuan dan kedekatan politik,” katanya.


Saat menghadiri rapat senat terbuka Dies Natalis ke-62 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (17/10/2025), Jokowi tak menjawab saat ditanya wartawan soal utang Kereta Whoosh yang tak ditanggung APBN.


Mengenakan batik berkelir cokelat dan berpeci hitam, Jokowi terdiam sambil menahan senyum. Kemudian posisinya bergerak, sambil berbicara dengan peserta Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM di dekatnya. (tip/inilah)

No comments:

Post a Comment

About Me


Bofet%2BHP
BOFET HARAPAN PERI JL. SAMUDRA No 1 KOMP. PUJASERA PANTAI PADANG
SELAMAT DATANG DI SEMOGA BERMANFAAT!