![]() |
Anggota DPR RI, Rahmat Saleh |
FS.Jakarta - Pemerintah kembali membuka wacana perpanjangan usia pensiun Aparatur Sipil Negara (ASN) dari 60 menjadi 65 tahun.
Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, memperingatkan kebijakan tersebut berpotensi menghambat regenerasi di tubuh birokrasi negara.
Menurut Rahmat, kebijakan soal masa pensiun seharusnya tidak dibuat secara seragam dan terburu-buru, karena menyangkut keberlanjutan sistem kepegawaian dan kualitas layanan publik dalam jangka panjang.
"Perlu kehati-hatian. Jika semua ASN diperpanjang masa tugasnya sampai 65 tahun tanpa seleksi, regenerasi bisa tersumbat dan birokrasi akan kehilangan dinamika," ujar Rahmat di Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Rahmat menilai regenerasi ASN sangat penting untuk mendorong pembaruan gagasan dan percepatan transformasi digital di sektor publik.
Menurutnya ASN muda harus diberi kesempatan untuk berkembang dan menempati posisi strategis.
"Birokrasi kita memerlukan energi baru. ASN muda yang penuh semangat dan melek teknologi harus diberi ruang. Jangan sampai potensi mereka tertahan oleh sistem yang tidak memberi jalan naik jabatan," katanya.
Rahmat menyatakan bahwa tidak semua jabatan cocok untuk diperpanjang masa pensiunnya.
Dia menyarankan agar kebijakan ini diarahkan hanya untuk jabatan fungsional tertentu yang memang memiliki kelangkaan SDM berkualitas, seperti peneliti, dosen, dan guru besar.
"Kalau untuk peneliti atau dosen, memang ada masa produktif yang lebih panjang. Tapi untuk jabatan struktural seperti kepala dinas, kepala biro, atau direktur, regenerasi harus tetap jadi prioritas," jelasnya.
Jika semua jabatan disamaratakan, lanjutnya, maka ASN muda akan kehilangan harapan untuk berkembang.
Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menurunkan motivasi kerja dan merusak iklim meritokrasi yang selama ini sedang dibangun.
DPR juga mendorong agar perpanjangan usia kerja, jika dilakukan, harus berbasis pada evaluasi kinerja dan kompetensi. Bukan semata-mata berdasarkan usia atau jabatan yang telah lama diemban.
"Tidak semua ASN usia lanjut masih memiliki kapasitas yang sama. Oleh karena itu, seleksi ketat dan evaluasi berkala mutlak diperlukan," ujar Rahmat.
Komisi II DPR RI, menurutnya, akan mendorong agar kebijakan ini dibahas secara komprehensif dengan melibatkan akademisi, pakar birokrasi, dan asosiasi profesi sebelum dilanjutkan dalam bentuk regulasi formal.
"Jangan hanya mendengar satu suara dari atas. Pendapat dari bawah pun harus didengar, termasuk dari ASN muda yang terkena dampaknya langsung," pungkasnya. (ikh)
No comments:
Post a Comment