![]() |
Oleh : Nofrialisa Mahasiswi Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang |
Fokussumatera.com - Didalam perjuangan menuntut kesetaraan, seringkali kita lupa bahwa pertarungan terbesar justru ada di dalam barisan kita sendiri. Ketika seorang perempuan berhasil, alih-alih bangga, yang muncul duluan adalah pertanyaan sinis: "Pasti ada 'orang dalam'?" atau "Ah, paling juga cuma hoki." Padahal, kesuksesan seorang perempuan seharusnya menjadi bukti bahwa kita semua bisa, bukan alasan untuk merasa ragu.
Di tengah pesatnya perubahan zaman, perempuan kini tak lagi sekadar berdiri di tepi panggung, melainkan tampil di garis depan. Sebagai pemimpin, penggerak, pencipta, dan inspirator, perempuan-perempuan tangguh ini membuktikan bahwa kesetaraan bukan sekadar cita-cita, melainkan realitas yang nyata.
Namun, di balik kemajuan yang membanggakan itu, ada sisi yang sering luput dari perhatian: perempuan yang masih sulit memberikan dukungan tulus pada sesama. Bukan karena tidak peduli, melainkan karena rasa takut tersaingi.
Survei Harvard Business Review (2023) menunjukkan bahwa 48% perempuan profesional mengaku merasa "tidak cukup baik" saat melihat perempuan lain lebih berhasil. Laporan UN Women (2022) juga mencatat masih adanya kesenjangan dukungan sosial di tempat kerja, terutama di posisi kepemimpinan, di mana rasa kompetitif sering menutupi potensi kolaborasi.
Padahal, menurut McKinsey & Company (2023), organisasi dengan budaya saling mendukung antarperempuan mengalami peningkatan produktivitas hingga 40% dan tingkat kepemimpinan perempuan dua kali lebih tinggi. Ini membuktikan bahwa saat perempuan saling menguatkan, dampaknya bukan hanya personal, tetapi juga struktural dan berjangka panjang.
Seringkali, kita merasa cemas melihat perempuan lain bersinar atau menyembunyikan kekaguman di balik kritik, seolah keberhasilan orang lain mengancam ruang kita sendiri. Padahal, setiap langkah perempuan menembus batas bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk melihat bahwa apa yang bisa dilakukan satu perempuan, juga bisa dicapai oleh yang lainnya. Keberhasilan seseorang adalah bukti bahwa jalan itu mungkin untuk dilalui, bukan alasan untuk mundur atau merasa kecil.
Perjuangan menuju kesetaraan tidak hanya tentang menantang patriarki, tetapi juga tentang melunakkan hati, berani mengakui rasa iri, dan mengubahnya menjadi motivasi. Belajar untuk berkata, "aku bangga padanya," adalah langkah besar. Sebab, perempuan yang benar-benar berdaya bukan hanya yang berhasil naik, tetapi yang juga mau menuntun perempuan lain untuk naik bersama.
Mari berhenti mengukur nilai diri dari pencapaian orang lain. Mari mulai saling percaya, saling dukung, dan saling angkat. Karena ketika satu perempuan maju, dunia ikut bergerak maju.
Jadi, pertanyaannya bukan lagi "siapa yang lebih unggul?" tapi "siapa yang berani mendukung tanpa rasa takut?" Perempuan sejati tahu, cahaya tak akan padam hanya karena menyalakan cahaya yang lain. Pada akhirnya, yang terkuat bukan yang paling bersinar sendiri, melainkan mereka yang mampu membuat sesamanya bersinar juga.
No comments:
Post a Comment